Pada dasarnya bentuk/ form surat gugatan cerai tidak memiliki perbedaan dengan bentuk/ form surat gugatan pada umumnya. Format surat gugatan cerai tetap merunjuk pada kaedah-kaedah umum suatu surat gugatan seperti subjek hukum (Penggugat - Tergugat), Dasar hukum gugatan, posita dan petitum.
Bahwa kemudian yang menjadi pembeda tersendiri adalah bahwa dalam surat gugatan cerai masalah alas gugatannya jelas hanya terpaku pada satu pasal yakni Pasal 19 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.
Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 mengatur tentang bahwa suatu Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Pembatasan pada alasan-alasan terjadinya/ dikabulkannya suatu perceraian sebagaimana diatur pasal tersebut sejalan dengan prinsip UU No. 1 Tahun 1974 yang mempersulit terjadinya perceraian karena tujuan perkawinan yang dikehendaki para penyusun UU No. 1 Tahun 1974 adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera.
Karena hanya ada 1 (satu) alas hukum suatu gugatan cerai dapat dikabulkan oleh Pengadilan maka biasanya pihak yang mengajukan gugatan cerai hanya menguraikan "cerita" dalam posita tentang adanya perselisihan dan pertengkaran dalam kehidupan rumah tangganya.
Karena hanya menguraikan "cerita" pada akhirnya yang sering terlupakan adalah "akibat" dari perceraian tersebut seperti masalah nafkah yang harus ditanggung oleh suami, hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak dan atau hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami-isteri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak isteri.
No comments:
Post a Comment